Kru bus bumel di Wonogiri terpaksa bekerja serabutan agar tetap melanjutkan hidup di tengah pandemi covid-19.
. Pada awal pandemi Covid-19, bus bumel di Wonogiri sama sekali tidak beroperasi selama delapan bulan.
“Jadi kami benar-benar merasakan hidup segan mati juga tidak mau. Hancur, kami kolaps waktu itu. Meskipun sekarang juga belum pulih betul,” kata Widadi saat ditemuiSaat itu, lanjut Widadi, para kru bus sempat mengajukan bantuan kepada Pemkab Wonogiri. Mereka merasa sama sekali tidak tersentuh bantuan layaknya orang-orang yang bekerja di sektor lain, seperti para pedagang. Padahal nasib mereka tidak kalah memprihatinkan dengan sektor lain tersebut.
Hal yang sama juga dirasakan kondektur lain, Mulyanto. Dia mengaku harus bekerja apa saja guna menghidupi keluarga, seperti menjadi sopir panggilan. Sampai saat ini Mulyanto kerap menerima jasa menjadi sopir. Sopir bus bumel trayek Solo-Pracimantoro, Suparno alias Nano, memilih menjadi petani tembakau saat armada bus benar-benar tidak beroperasi saat itu. Nano menyewa lahan seluas lebih kurang satu hektare di Pracimantoro. Sayangnya, ia gagal panen dan merugi hingga Rp60 juta.